13 August 2008

SahDan1 : Terbangun dengan Garis Tikar Membekas

Abdullah bin Mas'ud masuk ke rumah Rasulullah. Sebuah ruangan yang lebih layak disebut bilik kecil, di sisi Masjid Nabawi. Terlihat olehnya Rasullullah sedang lelap dalam tidurnya. Dalam ruangan yang sangat sederhana itu, Rasulullah tidur begitu saja. Hanya beralaskan tikar kasar. Tidak ada kasur, tidak juga tumpukan bantal yang nyaman dan menenangkan.

Tak lama Rasul pun terbangun. Nampak di pipinya garis-garis tikar yang membekas jelas. Seorang Rasul mulia, manusia pilihan, tidur hanya dengan tikar kasar, yang lantas mengguratkan garis-garis di pipinya?

Melihat kondisi Rasulullah seperti itu, Abdullah bin Mas'ud sangat terharu. Hingga akhirnya, ia tak kuasa membendung air matanya. Abdullah bin Mas'ud menangis. Segera ia mendekati Rasulullah, lalu menghapus debu yang menempel di pipinya yang mulia.

Melihat Abdullah bin Mas'ud menangis, Rasulullah bertanya, "Wahai Abdullah, apa yang engkau tangisi?"

Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Ya Rasulullah, aku teringat kemewahan para kaisar Persia dan Romawi. Mereka tidur di atas hamparan sutera yang lembut."

Ya, itulah jawaban Abdullah. Itulah yang menyebabkan Abdullah bin Mas'ud menangis. Rasul mulia yang membawa agama kebenaran, membawa wahyu dari langit, tidur di ruangan sempit dengan alas apa adanya? Sementara itu, para pembesar-pembesar Persia dan Romawi yang kafir dan memusuhi Islam, bisa tidur dalam segala kemewahan?

Mendengar jawaban Abdullah bin Mas'ud itu, Rasulullah pun berusaha menghiburnya. Rasulullah mengatakan, "Tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia ini, sedangkan kita memiliki akhirat? Aku dan dunia ini ibarat seseorang yang berjalan di bawah terik matahari. Kemudian ia berteduh di bawah pohon. Ketika hari sudah teduh kembali, ia pun harus pergi."

-diambil dari buku "Lelaki Pendek, Hitam & Lebih Jelek dari Untanya" tulisan Ahmad Zairofi AM, Tarbawi Press-

Apabila sedikit saja kita mau bercermin, maka akan kita temukan, betapa selama ini kita kurang bersyukur—atau bahkan tidak pernah bersyukur sama sekali.

Mari kita jabarkan ;

Pertama, berapa ukuran kamar tidur kita—atau paling tidak tempat tidur kita? Seberapa empukkah kasur & bantal kita? Seorang Rasul yang mulia saja, tidur di dalam kamar—yang lebih tepat disebut bilik—hanya beralaskan tikar apa adanya, dan tidak pernah kita mendengar Beliau mengeluh. Ditambah apabila ada yang "mengganggu" tidur lelap kita—mungkin orangtua yang ingin membangunkan anaknya untuk sholat subuh berjamaah—maka yang "terbangun" adalah emosi kita, sumpah serapah, atau setidaknya kebencian di dalam hati.

Astaghfirullah.

Kedua, dalam sehari, berapa kali kita makan? Apa saja yang sudah masuk ke dalam perut kita hari ini? Rasulullah pernah diberikan sepotong roti oleh Fatimah, kemudian Beliau berkata, "Demi Allah, inilah makanan pertama ayahmu sejak tiga hari yang lalu." Dalam kisah lain, Beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu untuk menahan rasa lapar yang tak terperikan. Dan sekali lagi, tak pernah kita mendengar Beliau mengeluh. Apabila pada jam makan siang kita mendapati tak sepeserpun di kantong kita, maka yang terjadi adalah penyalahan kepada takdir, kekesalan, dan penyesalan—kenapa hidupku begini? Apabila sepulang kerja dari kantor—dengan keadaan perut yang kelaparan—kita tidak mendapati di rumah ada lauk-pauk untuk kita makan, maka yang terjadi adalah sumpah serapah, wajah yang tak lagi cerah, dan pesimisme dalam menjalani hidup.

Astaghfirullah. Entah dimana keikhlasan.

Melihat dari kedua fragmen diatas, maka sudah sepatutnya kita menambah rasa syukur kita terhadap apa-apa yang telah diberikanNya. Karena sejatinya, ketika kita bersyukur, ketika itu pula Allah akan menambah kenikmatanNya kepada kita.

"Ya Robbi, bantulah hamba-hambaMu ini menjadi orang yang senantiasa bersyukur, menjadi ahli syukur, yang telah ditauladani oleh NabiMu dan para sahabatnya. Jauhkan kami dari sifat mengeluh, marah, dan sakit hati melihat orang lain yang kelebihan harta. Yakinkan hati kami, bahwa apapun pemberianMu, itulah yang terbaik bagi kami. Sungguh kami hanyalah hamba yang lemah dan lalai jika tanpa pertolonganMu."

Amin.

11 August 2008

halaqoh


sesungguhnya Engkau Tahu
bahwa hati ini tlah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMU..
bertemu dalam ketaatan
berpadu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan

kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cah'yaMu
yang tiada pernah padam
ya Robbi, bimbinglah kami..

lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakkal padaMu
hidupkan denga ma'rifatMu
matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela..

-izis, do'a robithoh-